Kajian Jelang Buka Puasa Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dengan narasumber Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiah Ariati Dina Puspitasari, M.Pd. (Foto: Catur)

Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiah Ariati Dina Puspitasari, M.Pd. berkesempatan menjadi pemateri pada Kajian Rutin Jelang Buka Puasa di Islamic Center (IC) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Minggu, 2 April 2023. Ia membahas tentang orang-orang yang dirindukan surga.

Perempuan yang lebih sering dipanggil Adip itu berkata, surga merupakan tempat terindah yang dijanjikan Allah Swt. untuk hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Di dalam surga berisi kenikmatan dan kebahagiaan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Tiap umat Islam tentu mendambakan kehidupan akhirat yang penuh dengan nikmat seperti di surga.

“Menjadi penghuni surga adalah dambaan setiap manusia di muka bumi ini, yang mana sebagai tempat kehidupan abadi di akhirat nanti. Tahukah kalian, orang-orang seperti apakah yang dirindukan surga?”

Lebih lanjut ia memaparkan, ada 4 golongan manusia yang dirindukan surga. Hal itu berdasarkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. yang berbunyi: “Surga merindukan 4 golongan yaitu orang yang membaca Al-Qur’an, seorang muslim yang mampu menjaga lisannya (ucapan) untuk tidak menyakiti orang lain, muslim yang memberi makan orang lapar, dan muslim yang melaksanakan puasa di bulan Ramadan.” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).

Taalil-Qur’ani (pembaca Al-Qur’an)

Golongan pertama adalah orang-orang yang lisannya senantiasa digunakan untuk membaca kalam Allah Swt. setiap waktu dan di setiap kesempatan yang ada. Bahkan, saat lapang maupun sempit. Kita teramat butuh Al-Qur’an, tetapi sering meninggalkannya dengan berbagai alasan. Selain dirindukan oleh surga, orang yang rajin membaca Al-Qur’an hatinya akan menjadi tenang. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. Ar-Rad ayat 28 yang artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

“Ayat itu menerangkan bahwasanya dengan mengingat Allah, maka hati akan menjadi tenang. Jika dimaknai lebih dalam, Al-Qur’an adalah obat hati bagi manusia agar hidup bahagia di dunia dan akhirat,” ucap Adip.

Wa haafizhul-lisan (orang yang menjaga lisannya)

Golongan kedua yakni muslim yang pandai menjaga lapisan. Lisan adalah salah satu anggota tubuh yang merupakan nikmat dari Allah, tetapi juga dapat menjadi bumerang jika kita tidak pandai mengontrolnya. Menjaga lisan perlu dilatih agar lisan senantiasa mengucapkan perkataan yang baik. Seperti yang kita tahu, berdasarkan fungsinya, lisan berguna untuk menyampaikan berbagai macam hal. Tak hanya informasi, tetapi juga pertanyaan, prasangka, bahkan jika tak dijaga juga dapat membuat kita menyampaikan fitnah.

“Dengan beragam fungsi lisan, maka hendaknya kita betul-betul menjaganya agar tidak menyeret kita kepada perbuatan buruk. Jika kita menggunakan lisan untuk membicarakan keburukan orang lain hingga menyampaikan fitnah, artinya kita makin banyak menghabiskan waktu untuk menggunakannya melakukan hal-hal yang tidak baik.”

Wa muth’imul-ji’aan (orang-orang yang memberi makan pada yang kelaparan)

Golongan ketiga adalah orang yang senantiasa membantu orang yang membutuhkan. Allah Swt. akan membalas kebaikan yang dilakukan oleh hambanya. Bahkan, kelak di hari kiamat Allah Swt. akan memberikan makan dari buah-buahan surga.

“Makan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Bayangkan jika ada orang yang tidak mendapatkan nikmat untuk makan, betapa kurang hidupnya. Karenanya, kita perlu sadar bahwa kesempatan membantu sesama juga dapat dilakukan dengan memberi makan pada golongan tersebut. Dengan melakukannya, kita telah punya andil untuk menyelamatkan keberlangsungan suatu kehidupan,” lanjut Adip.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Siapa pun mukmin memberikan makan mukmin yang kelaparan, pada hari kiamat nanti Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga. Siapa pun mukmin yang memberi minum mukmin yang kehausan, pada hari kiamat nanti Allah akan memberinya minum dari minuman surga. Siapa pun mukmin yang memberikan pakaian mukmin lainnya supaya tidak telanjang, pada hari kiamat nanti Allah akan memberinya pakaian dari perhiasan surga.” (H.R. Tirmidzi).

Selain hadis tersebut, ada sebuah hadits lain yang menjelaskan, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa pun kaum mukmin yang memberi makan mukmin lain yang kelaparan, maka pada hari kiamat nanti Allah akan memberinya makanan dan buah-buahan surga.” (H.R. Tirmidzi).

Wa shoimiin fii syahri romadhon (orang yang berpuasa di bulan Ramadan)

Puasa di bulan Ramadan merupakan rukun Islam yang berarti wajib dilaksanakan oleh seluruh muslim. Ternyata ibadah tersebut tak sekadar kewajiban, tetapi juga dapat mengantarkan kita untuk masuk dalam golongan yang dirindukan surga. Maka, bersyukurlah bagi mereka yang senantiasa melaksanakan puasa Ramadan. Sebab kehadiran mereka dirindukan oleh surga.

Allah Swt. juga telah menyediakan pintu surga bagi orang yang melaksanakan ibadah puasa. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis yang berasal dari Sahl r.a. Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Sesungguhnya di surga ada pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa, pada hari kiamat masuk dari pintu itu. Tidak dibolehkan seorang pun memasukinya selain mereka. Lalu dikatakan, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Mereka pun bangkit, tidak ada seorang pun yang masuk kecuali dari mereka. Ketika mereka telah masuk, (pintunya) ditutup dan tidak seorang pun masuk lagi.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dalam sebuah hadits lain, Nabi Muhammad saw. bersabda yang artinya: “Surga memiliki 8 buah pintu. Di antara pintu tersebut ada yang dinamakan pintu Ar-Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa.” (H.R. Bukhari).

Terakhir, kajian ditutup dengan sebuah pantun yang diucapkan Adip. “Makan sate di Imogiri, kalau masih lapar tambah bakso urat, ayo teman-teman rajin ngaji, agar selamat dunia akhirat.” (ctr)

Hanya terisolasiMengecualikan Terisolasi

Zalim dalam kamus besar bahasa Indonesia mengandung makna kejam, tidak adil, aniaya, sewenang-wenang, bengis dan penindasan. Perbuatan tercela ini bisa muncul dari individu dan lebih banyak oleh kelompok dan penguasa. Sebab, kezaliman hanya akan ada ketika ada kekuatan. Dan kekuatan itu biasanya ada saat berkelompok atau berkuasa.

Sejarah telah membuktikan berulang kali bahwa memang kekuasaan cenderung berlaku zalim, arogan dan sewenang-wenang. Raja dan penguasa di berbagai belahan dunia, sangat identik dengan penindasan, kekejaman dan pembantaian. Raja Nambrut, Fir’aun, Abrahah, Kaisar Wu Zetian dari Tiongkok, Raja Jhon Lackland dari Inggris, Ghenghis Khan dari Mongol, Adolf Hitler dari Jerman, Benito Mussolini dari Italia, dan lain-lain yang mereka bergelimang darah dan berhutang nyawa ribuan sampai ratusan ribu anak manusia.

Perbuatan zalim adalah perbuatan yang haram secara syariat. Pelakunya berdosa besar dan terkutuk disisi Allah SWT. Perbuatan ini tidak saja Allah haramkan kepada makhlukNya. Melainkan juga Dia haramkan terhadap diriNya sendiri. Dalam hadits qudsi Allah SWT berfirman:

يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا.

Artinya: “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi.” (HR Muslim).

Karena itu, para pelaku kezaliman akan mendapatkan hukuman (balasan) yang berat di dunia apalagi di akhirat. Diantara bentuk hukuman Allah bagi mereka adalah:

Pertama, orang-orang zalim tidak akan pernah menang di dunia maupun di akhirat. Walaupun lahirnya kelihatan menang, namun batinnya mereka tidak dalam ketenangan. Walaupun kesannya sangat hebat dan digdaya, namun jiwa mereka rapuh, hatinya digerogoti penyakit. Allah berfirman:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ ۗ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ.

Artinya: “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya (zalim) itu tidak mendapat keberuntungan.” (QS Al An’am: 21).

Kedua, orang-orang zalim tidak akan mendapatkan hidayah dan taufiq dari Allah. Maka hidupnya akan bergelimang dosa dan tenggelam dalam kesesatan. Hatinya tidak mendapatkan cahaya sehingga menjadi hitam pekat. Kalaupun ia berusaha untuk berbuat baik atau beribadah, maka itu semua hanyalah kepura-puraan dan lipstik belaka. Allah SWT telah menegaskan:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَىٰ إِلَى الْإِسْلَامِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.

Artinya: “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.” (QS Ash Shaf: 7).

Ketiga, Allah menimpakan berbagai musibah kepada kaum yang zalim. Musibah itu bisa berupa kemiskinan, kekurangan harta, kehilangan anak dan keluarga, penyakit dan lain sebagainya. Bahkan musibah ini juga bisa menimpa orang-orang baik yang mendiamkan kezaliman tersebut. Allah berfirman:

فَكَاَيِّنۡ مِّنۡ قَرۡيَةٍ اَهۡلَكۡنٰهَا وَهِىَ ظَالِمَةٌ فَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلٰى عُرُوۡشِهَا وَبِئۡرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَّقَصۡرٍ مَّشِيۡدٍ‏.

Artinya: “Maka betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan karena (penduduk)nya dalam keadaan zalim, sehingga runtuh bangunan-bangunannya dan (betapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi (tidak ada penghuninya).” (QS Al Hajj: 45).

Keempat, mereka akan terkutuk dan terlaknat di dunia dan akhirat. Maksudnya adalah mereka dijauhkan Allah dari rahmat dan kasih sayangNya. Dan di akhirat kelak mereka sama sekali tidak akan punya penolong dan tidak akan mendapatkan syafaat. Allah berfirman:

يَوْمَ لَا يَنفَعُ ٱلظَّٰلِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ ۖ وَلَهُمُ ٱللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوٓءُ ٱلدَّارِ

Artinya: “yaitu dihari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zalim dan mereka mendapat laknat dan tempat tinggal yang buruk.” (QS. Al Ghaafir: 52).

Allah SWT juga berfirman:

وَأَنذِرْهُمْ يَوْمَ ٱلْءَازِفَةِ إِذِ ٱلْقُلُوبُ لَدَى ٱلْحَنَاجِرِ كَٰظِمِينَ ۚ مَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ حَمِيمٍۢ وَلَا شَفِيعٍۢ يُطَاعُ.

Artinya: “Dan berilah mereka peringatan akan hari yang semakin dekat (hari Kiamat, yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan karena menahan kesedihan. Tidak ada seorang pun teman setia bagi orang yang zalim dan tidak ada baginya seorang penolongpun yang diterima (pertolongannya).” (QS. Al Ghaafir: 18).

Kelima, diakhirat kelak orang-orang zalim tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya penyesalan dan kekecewaan. Namun apalah gunanya penyesalan disana, karena itu tidak akan menyelamatkan mereka sama sekali. Di hadapan mereka telah menanti adzab yang pedih dan siksaan yang dahsyat yang tidak tertahankan. Allah berfirman:

وَلَوْ أَنَّ لِكُلِّ نَفْسٍ ظَلَمَتْ مَا فِى ٱلْأَرْضِ لَٱفْتَدَتْ بِهِۦ ۗ وَأَسَرُّوا۟ ٱلنَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا۟ ٱلْعَذَابَ ۖ وَقُضِىَ بَيْنَهُم بِٱلْقِسْطِ ۚ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Artinya: “Dan kalau setiap diri yang zalim (musyrik) itu mempunyai segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka menyembunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan azab itu. Dan telah diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS Yunus: 54).

فَٱلْيَوْمَ لَا يَمْلِكُ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍۢ نَّفْعًۭا وَلَا ضَرًّۭا وَنَقُولُ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ ذُوقُوا۟ عَذَابَ ٱلنَّارِ ٱلَّتِى كُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ.

Artinya: “Maka pada hari ini sebagian kamu tidak kuasa (mendatangkan) manfaat maupun (menolak) mudarat kepada se-bagian yang lain. Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim, “Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulu kamu dustakan.” (QS. Saba’: 42).

Betapa tragisnya nasib orang-orang yang zalim di dunia dan di akhirat kelak. Mereka sama sekali tak akan lolos dari hukuman Allah. Bisa jadi mereka itu diulur-ulur oleh Allah untuk kebinasaan yang hina. Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُمْلِي لِلظَّالِمِ فَإِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ ثُمَّ قَرَأَ {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}.

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT akan menangguhkan siksaan bagi orang yang berbuat zalim. Tapi apabila Allah telah menghukumnya, maka Dia tidak akan pernah melepaskannya.” Kemudian Rasulullah membaca ayat yang berbunyi: “Begitulah adzab Tuhanmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya adzab-Nya itu sangat pedih dan keras.” (HR Muslim).

Sebaliknya orang-orang yang dizalimi (dianiya) akan mendapatkan perlakuan khusus oleh Allah SWT, yaitu doa-doanya tidak terhalang sama sekali kepada Allah. Termasuk kalau yang dizalimi itu orang Kafir, tetap mendapat perlakuan khusus tersebut. Rasulullah SAW bersabda:

اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ وَإِنْ كَانَ كَافِرًا فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ.

Artinya: “Hati-hatilah dari doa orang yang terzalimi, meskipun dia kafir. Karena tidak ada hijab (penghalang kepada Allah).” (HR Ahmad).

Begitulah nasib mereka yang buruk dan hina. Rata-rata mereka mati dalam keadaan mengenaskan dan suul khatimah. Namun seringkali manusia tidak mengambil pelajaran.

Malaikat merupakan salah satu makhluk Alloh Subhanahu wa ta’ala yang senantiasa beribadah kepada-Nya. Kedudukan mereka di sisi Alloh Subhanahu wa ta’ala sangat dekat. Karena itu, mendapat doa dari Malaikat menjadi sebuah keberuntungan tersendiri bagi seorang Mukmin. Betapa tidak, setiap doa yang diucapkan oleh Malaikat ini sudah pasti akan dikabulkan Alloh Subhanahu wa ta’ala. Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Hampir saja langit itu pecah dari sebelah atasnya (karena kebesaran Tuhan) dan Malaikat-Malaikat bertasbih serta memuji Robbnya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa sesungguhnya Alloh Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Asy-Syura: 5).

Lantas amalan apa yang membuat Malaikat bersholawat, beristigfar dan berdoa untuk manusia?

Pertama; Orang yang tidur malam dalam keadaan bersuci (berwudhu) lebih dulu

Dari Ibnu ‘Abbas rodiyallohu anhu, bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda,

طَهِّرُوْا هَذِهِ اْلأَجْسَادَ طَهَّرَكُمُ اللهُ، فَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْ عَبْدٍ يَبِيْتُ طَاهِرًا إِلاَّ بَاتَ مَعَهُ فِيْ شِعَارِهِ مَلَكٌ، لاَ يَنْقَلِبُ سَاعَةً مِنَ اللَّيْلِ إِلاَّ قَالَ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرًا

“Sucikanlah badan-badan kalian, semoga Alloh mensucikan kalian. Karena tidak ada seorang hamba pun yang tidur malam dalam keadaan bersuci (berwudhu), melainkan satu Malaikat akan bersamanya di dalam bajunya. Tidak ada satu saat pun dia membalikkan badannya, melainkan seorang Malaikat akan berkata (berdoa), “Ya Alloh, ampunilah hamba-Mu ini, karena ia tidur malam dalam keadaan suci.” (HR. Ath-Thobroni)

Hadits ini menunjukkan keutamaan orang yang tidur di waktu malam dalam keadaan berwudhu terlebih dahulu, bahwa mereka adalah orang-orang yang akan mendapatkan doa kebaikan dari para Malaikat. Bahkan, jika dia bangun di waktu malam, lalu dia berdoa kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala, memohon kebaikan dalam urusan dunia maupun akhirat, doanya akan dikabulkan oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala. Karena itu, marilah kita kerjakan amalan yang nampaknya sepele atau sederhana ini, padahal keutamaannya sangat besar.

Kedua; Orang yang sedang duduk di dalam masjid, menunggu waktu sholat

Dari Abu Huroiroh rodiyallohu anhu, sesungguhnya Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam pernah bersabda,

مَا قَعَد أَحَدُكُمْ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ فِيْ صَلاَةٍ ، مَا لَمْ يُحْدِث،ْ تَدْعُوْ لَهُ الْمَلاَئِكَةُ : اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ

“Tidaklah salah seorang di antara kalian duduk menunggu sholat, (kecuali) dia berada di dalam sholatnya (yakni dia mendapat pahala seperti orang yang sedang sholat), selama ia berada dalam keadaan tidak batal wudhunya (yakni masih dalam keadaan suci), dan para Malaikat akan mendo’akannya: “Ya Alloh, ampunilah dia. Ya Alloh, sayangilah dia.” (HR. Muslim)

Hadits tersebut menunjukkan keutamaan orang-orang yang duduk di masjid untuk menunggu waktu sholat selama belum batal wudhunya, bahwa para Malaikat akan mendoakan rahmat dan ampunan untuknya.

Ketiga; Orang yang berada di Shof (barisan sholat) yang paling depan dalam sholat berjama’ah

Dari An-Nu’man bin Basyir rodiyallohu anhu beliau berkata, ‘aku mendengar Rosulululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الصَّفِّ الْأَوَّلِ أَوِ الصُّفُوْفِ الْأَوَّلِ

“Sesungguhnya Alloh dan para Malaikat-Nya bersholawot kepada orang-orang yang berada di shof pertama, atau di beberapa shof yang awal.” (HR. Ahmad)

Hadits ini menunjukkan keutamaan berada di shof terdepan dalam sholat berjama’ah, dimana Alloh Subhanahu wa ta’ala dan para Malaikat-Nya bersholawat kepada mereka. Makna bahwa Alloh Subhanahu wa ta’ala bersholawat untuk hamba-Nya, adalah Alloh l merahmati hamba-Nya tersebut. Sedangkan Malaikat bersholawat untuk orang-orang mu’min yang melakukan amalan ketaatan tertentu, artinya para Malaikat mendoakan kebaikan untuk kaum muslimin.

Keempat; Orang yang menyambung Shof dalam sholat berjama’ah

Yakni tidak membiarkan adanya celah dalam shof. Diriwayatkan dari ‘Aisyah rodiyallohu anha, ia berkata, ‘Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ الصُّفُوْفَ وَمَنْ سَدَّ فُرْجَةً رَفَعَهُ اللهُ بِهَا دَرَجَةً

“Sesungguhnya Alloh dan para Malaikat-Nya bersholawat kepada orang-orang yang menyambung shof-shof dalam sholat. Siapa saja yang mengisi bagian shof yang lowong, maka Alloh akan mengangkatnya satu derajat.” (HR. Ibnu Majah)

Hadits ini menunjukkan keutamaan merapatkan shof dalam sholat berjama’ah, dan tidak membiarkan adanya celah atau lobang sedikitpun di tengah shof.

Kelima; Orang yang mengucapkan “Aamiin” ketika imam selesai membaca Al-Fatihah

Jika ucapan “aamiin” kita bersamaan dengan “aamiin” nya para Malaikat, maka Alloh Subhanahu wa ta’ala akan mengampuni dosa-dosa kita yg telah lalu. Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَمَّنَ الإِمَامُ فَأَمِّنُوا فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Apabila imam mengucapkan “aamiin”, maka ucapkanlah “aamiin”. Karena siapa yang ucapan aamiinnya bersamaan dengan ucapan aamiinnya para Malaikat, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Al-Bukhori dan Muslim)

Tentunya, hal yang seperti ini, hanya bisa kita amalkan kalau kita selalu sholat berjamaah di masjid, atau berjama’ah di selain masjid, bagi mereka yg mempunyai udzur.

Keenam; Orang yang tetap duduk di tempat sholatnya setelah melakukan sholat

Hal ini dilakukan dalam rangka menanti sholat berikutnya ataupun untuk berdzikir dan lain sebagainya. Diriwayatkan dari Abu Huroiroh rodiyallohu anhu Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda,

الْمَلاَئِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِيْ مُصَلاَّهُ الَّذِي صَلَّى فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ تَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ

“Para Malaikat akan selalu bersholawat kepada salah seorang di antara kalian, selama ia tetap berada di tempat sholatnya, selama wudhunya belum batal. Dan para Malaikat mengucapkan, ‘Ya Alloh, ampunilah ia. Ya Alloh, sayangilah ia.’” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Ketujuh; Orang yang melakukan Sholat Shubuh dan ‘Ashar pada waktunya

Dari Abu Huroiroh rodiyallohu anhu, bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda,

يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ

“Para Malaikat (penjaga) malam dan Malaikat (penjaga) siang silih berganti mendatangi kalian. Dan mereka berkumpul (bertemu) saat sholat Shubuh dan Ashar. Kemudian Malaikat yang menjaga kalian naik ke atas (langit) hingga Alloh Ta’ala bertanya kepada mereka, dan Alloh lebih mengetahui keadaan mereka (para hamba-Nya): “Dalam keadaan bagaimana kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?” Para Malaikat menjawab: “Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sedang mendirikan sholat. Begitu juga saat kami mendatangi mereka, mereka sedang mendirikan sholat.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Kedelapan; Orang-orang yang berinfak

Dari Abu Huroiroh rodiyallohu anhu, beliau berkata, ‘Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

“Tidak ada satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba berada padanya, melainkan ada dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata: “Ya Alloh, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak.” Dan yang lainnya berkata: “Ya Alloh, hancurkanlah (harta) orang yang kikir.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Kesembilan; Orang-orang yang menjenguk orang yang sakit

Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam pernah bersabda,

إِذَا عَادَ الرَّجُلُ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ مَشَى فِيْ خِرَافَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسَ فَإِذَا جَلَسَ غَمَرَتْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِنْ كَانَ غُدْوَةً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ كَانَ مَسَاءً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ

“Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga, sampai dia duduk. Apabila sudah duduk, maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari, maka tujuh puluh ribu Malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu Malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

orang kaya mati orang miskin mati

Harga, Rendah ke Tinggi 